Setiap anak-anak pasti pernah bermimpi, punya mimpi, cita-cita, serta segala khayalan yang kadang-kadang kesemuanya dianggap tidak masuk akal.
Apa mimpimu saat kecil ???
Menjadi polisi ? Dokter ? Guru ? Atau bahkan menjadi astronot ?
Sudahkah anda mencapai impian tersebut ???
Saya ingin berbagi sedikit kisah tentang mimpi-mimpi saya sewaktu kecil.
Saat kecil saya memiliki kekaguman yang tinggi terhadap seorang dokter. Bagi saya kecil, dokter adalah malaikat nyata yang diturunkan Allah untuk mengobati mereka yang sakit, seorang pesuruh Allah yang ditihtakan untuk menolong mereka yang memang tengah membutuhkan.
Dan begitulah anak-anak, ketika mereka memiliki kekaguman pada seseorang maka ia pun ingin menjadi seseorang seperti ia yang dikagumi.
Menjadi dokter adalah suatu mimpi, suatu cita-cita yang meski hal itu hanya dimimpikan oleh anak kecil tapi tidak mengurangi gairah untuk mencapainya.
Pada kenyataanya tidak semua mimpi dapat dicapai atau setidaknya mudah untuk dicapai, beberapa sangat sulit dan nyaris mustahil untuk dicapai.
Dan begitulah bagi seorang saya, menjadi dokter hanya akan ada dimimpi masa kecil, tidak pernah mudah untuk mencapainya meskipun tidak pernah tertutup kemungkinan.
Namun bisa dipastikan 99,9% hal tersebut tidak akan terwujud.
Lantas 23 tahun kemudian saya sempatkan untuk kembali mengingat hal-hal yang saya impikan saat kecil untuk kemudian membandingkan dengan kenyataan yang telah terjadi.
Lantas, siapakah saya sekarang ?
Seorang dokter-kah ?
Pada saat menulis tulisan ini, bisa dipastikan bahwa saya bukanlah seorang dokter saat ini, karena sangat kecil kemungkinan ada dokter yang mau menyempatkan menulis artikel seperti ini.
Dan mengapa saya tidak menjadi dokter seperti mimpi saya waktu kecil ?
Saya akan coba menguraikan analisa saya terhadap hidup saya sendiri.
Jadi begini,
Manusia selalu mempunyai rencana-rencana dalam hidupnya, namun selalu Allah-lah yang menjadi penentu terakhir.
Begitu juga dengan mimpi saya sewaktu kecil, bagi saya itu adalah sebagian dari rencana besar saya namun penentu terakhir yaitu Allah tidak menghendakinya.
Saat sebuah rencana tidak berjalan dengan baik apa yang mesti kita lakukan ?
Tentu saja mengamati kembali rencana yang tidak berjalan tersebut, apakah ada hal yang salah ? apakah ada yang terlewat ?
Introspeksi adalah hal paling masuk akal setelah melewati kegagalan.
Ketika kita telah mengamati ulang tentang semuanya dan kita merasa tidak ada yang salah, maka hal kedua yang bisa kita lakukan adalah memikirkan berbagai kemungkinan positif mengapa Allah tidak membiarkan kita menyelesaikan rencana awal kita.
Dan Allah adalah sebaik-baiknya perencana, Allah tidak akan menjerumuskan seorang hamba melainkan ia sendiri yang menjerumuskan dirinya.
Dalam kasus saya, saya berusaha mengambil suatu kesimpulan positif tentang cerita ini.
Ketika mimpi saya untuk menjadi dokter tidak diizinkan Allah padahal bagi saya mimpi itu baik dan akan membaikkan orang lain, maka pada saat yang sama Allah menginginkan saya untuk menjadi seseorang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain namun tidak sebagai dokter.
Allah tidak menempatkan saya di rumah sakit sebagai dokter untuk menolong orang lain, karena ternyata ada keluarga saya dirumah yang lebih membutuhkan kasih sayang dari saya.
Menjadi yang terbaik di tempat yang telah ditentukan oleh Allah adalah yang terbaik buat saya saat ini.
Setelah saya fikirkan memang disinilah tempat saya.
Bukan dirumah sakit sebagai dokter.
Disinilah saya harus jadi berguna,Disinilah saya mesti menyanyangi mereka yang juga menyanyangi saya.
Disinilah Allah telah menetapkan takdir yang membuat saya lebih bermanfaat dari sekedar dokter.
Sekian kisah ini saya cerita kan pada anda, semoga anda bisa mengambil hikmah yang terkandung didalamnya.
pernah dipublikasikan juga di : cek disini